Selanjutnya cerita rakyat Mamasa, yang memuat 20 cerita rakyat, di antaranya "Toiyolona Puang Balabasi Anna Datu Bakka", "Lando Beluek", dan "Culadidi.". Masih ada lagi, cerita rakyat daerah Wajo, misalnya "Buaya Sibawa Tedong", "Nenek Pakande", dan "Pulandok Sibawa Macang.". Sementara, cerita rakyat Toraja, ada 45 di ContohCerita Rakyat Singkat Sulawesi Selatan : Putri Tandampalik. 29 April 2017 dongeng cerita rakyat. Kisah Putri Tandampalik adalah contoh cerita rakyat singkat yang akan kami ceritakan malam hari ini. Kisah ini mengajarkan kita untuk. JURNALPALOPO- Artikel ini mengulas kisah Nenek Pakande, cerita rakyat dari Sulawesi Selatan yang makan daging dahulu kala di daerah Sulawesi Selatan tepatnya di daerah Soppeng terdapat sebuah perkampungan.. Di perkampungan tersebut semua orang hidup berdampingan secara damai. Baca Juga: Legenda Gunung Rinjani, Kisah Kesabaran Dewi Mas, Diusir dari Istana hingga Lahirkan 2 Vay Tiền Nhanh. Nenek Pakande adalah seorang nenek siluman yang sering menjadi momok bagi masyarakat Bugis di daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Nenek siluman itu adalah manusia kanibal yang sangat sakti. Ia sangat suka makan daging manusia, terutama daging anak-anak. Itulah sebabnya, masyarakat setempat memanggilnya Nenek bahasa Bugis, kata pakande berasal dari kata pakkanre-kanre tau yang berarti suka makan daging manusia. Suatu ketika, seorang pemuda yang cerdik bernama La Beddu berupaya untuk mengusir Nenek siluman ini karena kelakuannya telah meresahkan seluruh di daerah Sulawesi Selatan ada sebuah negeri yang bernama Soppeng. Penduduk negeri itu senantiasa hidup tenteram, damai, dan sejahtera. Mata pencaharian utama mereka adalah bertani. Setiap hari mereka bekerja di sawah dengan hati tenang dan suatu ketika, suasana tenang dan damai tersebut tiba-tiba terusik oleh kedatangan sesosok siluman bernama Nenek Pakande. Ia datang ke negeri itu mencari mangsa untuk dijadikan santapannya. Nenek siluman itu sangat suka menyantap daging anak-anak. Oleh sebab itu, anak-anak selalu menjadi incarannya. Biasanya, Nenek Pakande mulai berkeliaran mencari mangsa ketika hari mulai juga Ternyata Beginilah Sejarah Awal Berdirinya Kerajaan SoppengPada suatu sore, di saat hari mulai gelap, Nenek Pakande melihat seorang anak kecil sedang asyik bermain di halaman rumahnya. Anak itu termasuk anak bandel. Sudah berkali-kali dinasehati oleh orang tuanya agar segera masuk ke dalam, namun ia tetap saja asyik bermain seorang diri. Ketika suasana di sekitarnya sudah sepih, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Nenek Pakande. Ia segera menangkap anak itu lalu membawanya Pakande keluar mencari mangsa saat menjelang saat kemudian, sang ibu kebingungan mencari anaknya. Ia sudah mencari di sekitar rumah namun tidak juga menemukannya. Dengan perasaan khawatir dan panik, ibu itu berteriak meminta tolong. Mendengar suara teriakan itu, para tetangga serentak berhamburan keluar rumah dan mengerumuni ibu itu. Sang ibu kemudian menjelaskan kronologi bagaimana anaknya itu mendengar penjelasan tersebut, para warga beramai-ramai mencari anak itu. Mereka sudah mencari hingga ke mana-mana, namun belum juga menemukannya. Karena malam sudah larut, akhirnya para warga menghentikan pencarian. Pada keesokan harinya, saat matahari mulai tampak di ufuk timur, mereka kembali melanjutkan pencarian, namun hasilnya tetap malam berikutnya, peristiwa serupa kembali terjadi. Kali ini, seorang bayi yang menjadi korban. Bayi itu hilang di saat kedua orang tuanya sedang tertidur lelap. Kedua peristiwa tersebut benar-benar membuat resah seluruh warga. Para orang tua tidak dapat tidur pada malam hari karena harus menjaga anak-anak juga Mitos Masyarakat Zaman Dahulu Ketika Gerhana Matahari TerjadiMelihat keadaan tersebut, para dukun di Negeri Soppeng segera mencari tahu siapa penculik yang misterius itu. Dengan ilmu yang dimiliki, akhirnya mereka berhasil mengetahuinya. Berita tersebut kemudian mereka sampaikan kepada seluruh warga bahwa pelaku penculikan itu adalah Nenek Pakande. Betapa terkejutnya seluruh warga mendengar kabar tersebut karena mereka sangat mengenal watak atau perilaku Nenek dukun kemudian menjelaskan bahwa Nenek Pakande merupakan siluman yang sangat sakti dan tidak seorang pun manusia biasa yang mampu mengalahkannya. Dia hanya takut kepada sesosok raksasa yang bernama Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Namun, raksasa itu sudah tidak pernah lagi terdengar kabar warga kebingungan bagaimana menghadapi masalah itu. Di tengah-tengah kebingungan tersebut, seorang pemuda yang duduk paling belakang tiba-tiba angkat bicara. Pemuda itu bernama La Beddu. Ia pemuda yang cerdik. La Beddu kemudian menyampaikan bahwa ia mempunyai sebuah cara untuk membinasakan Nenek siluman suasana pertemuan itu menjadi hening. Semua pandangan tertuju kepada pemuda itu. Sebagian dari warga memandangnya dengan penuh harapan. Namun, tak sedikit dari mereka yang memandangnya dengan pandangan yang juga Kisah Meong Palo Karellae di BarruBanyak warga yang meragukan La Beddu sebab Nenek Pakande sangat sakti, sementara La Beddu hanya pemuda biasa yang tidak mempunyai kesaktian sama sekali. La Beddu hanya tersenyum, lalu dengan tenang menyampaikan bahwa tidak selamanya kesaktian itu harus dilawan dengan kesaktian warga tercengang. Setelah itu, La Beddu menjelaskan bahwa satu-satu cara untuk mengalahkan Nenek Pakande adalah kecerdikan. Karena Nenek Pakande hanya takut kepada raksasa Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Oleh karena itu, La Beddu akan mengelabui Nenek Pakande dengan berpura-pura menjadi seperti raksasa penjelasan itu, para warga semakin bingung. Apalagi ketika La Beddu meminta kepada warga untuk menyiapkan masing-masing sebuah salaga garu, seember busa sabun, seekor kura-kura, seekor belut, selembar kulit rebung yang sudah kering, dan sebuah batu warga sedikit bingung dengan permintaan itu, namun setelah diyakinkan oleh La Beddu, tanpa banyak tanya lagi, para warga segera melaksanakan permintaan La Beddu. Ada yang pergi mencari belut di sawah, ada pula yang mencari kura-kura di sungai. Sebagian yang lain sibuk membuat salaga dan menyiapkan busa sabun satu ember, sebuah batu besar, serta kulit rebung. Setelah memperoleh segala yang diperlukan, para warga segera membawanya ke rumah La juga Gunung Batu Lapidde BarruPara warga kemudian mendesak La Beddu untuk menjelaskan seluruh barang-barang yang dimintanya itu. La Beddu pun kemudian menjelaskan bahwa salaga yang bentuknya menyerupai sisir, busa sabun yang menyerupai air ludah, dan kura-kura yang menyerupai kutu manusia itu akan digunakan untuk mengelabui Nenek garu.Dengan menunjukkan benda-benda tersebut, Nenek Pakande akan mengira itu semua adalah milik Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Sementara itu, kulit rebung yang bentuknya mirip terompet itu akan digunakan untuk menggelegarkan suaranya sehingga menyerupai suara raksasa itu. Adapun belut dan batu besar tersebut masing-masing akan diletakkan di depan pintu dan di depan itu, La Beddu bersama para warga segera menyusun siasat. Dua orang warga ditunjuk yang masing-masing akan bertugas meletakkan belut di depan pintu dan batu besar di depan tangga. Ketika hari mulai gelap, La Beddu segera naik ke atas loteng Sao Raja rumah istana untuk bersembunyi sambil membawa salaga, busa sabun, kura-kura, dan kulit rebung. Sementara itu, kedua warga yang telah diberi tugas bersembunyi di bawah kolong Sao semuanya siap, para warga mulai menjebak Nenek Pakande dengan cara mengunci pintu rumah mereka rapat-rapat tanpa penerangan sedikit pun. Kecuali Sao Raja, pintunya dibuka lebar dan di dalamnya dinyalakan sebuah pelita. Selain itu, seorang bayi juga diletakkan di dalam kamar sebagai umpan untuk menjebak Nenek Pakande agar masuk ke dalam Sao Raja juga Situs Rumah Adat Saoraja LapincengMalam mulai menjelang, tak berapa lama kemudian, Nenek Pakande pun mendatangi Sao Raja tersebut. Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun, ia melangkah perlahan-lahan menaiki anak tangga Sao Raja satu per satu. Saat berada di depan pintu, indra penciumannya langsung merasakan bau bayi yang sangat siluman itu pun langsung masuk ke dalam Sao Raja. Pada saat itulah, kedua warga yang bersembunyi di bawah kolong Sao Raja segera melaksanakan tugas mereka lalu kembali ke tempat persembunyianya tanpa sepengetahuan Nenek Nenek Pakande hendak mendekati bayi yang ada di dalam kamar, tiba-tiba langkahnya terhenti oleh suara keras yang menegurnya.“Hai, Nenek Pakande! Mau apa kamu datang kemari, ha?”Suara itu tidak lain adalah suara La Beddu yang menggunakan kulit rebung di atas loteng. Namun, Nenek Pakande tidak mengetahui hal itu.“Suara siapa itu?” Tanya Nenek Pakande dengan terkejut.“Aku adalah raksasa Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Ha… ha… ha… !” Jawab suara itu seraya tertawa jawaban itu, Nenek Pakande mulai ketakutan. Namun, ia belum yakin jika itu adalah suara raksasa tersebut.“Apa buktinya jika engkau adalah Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale?”La Beddu yang berada di atas loteng segera menumpahkan busa sabun dari embernya tepat di depan Nenek Pakande. Alangkah terkejutnya perempuan siluman itu karena mengira busa sabun tersebut adalah air ludah raksasa itu.“Bagaimana, Nenek Pakande? Apakah kamu masih meragukan diriku?” Tanya suara itu.“Bukti apa lagi bukti yang bisa kamu tunjukkan padaku?” Nenek Pakande balik pertanyaan itu, La Beddu segera menjatuhkan salaga dan kura-kuranya secara beruntun. Melihat kedua benda tersebut, Nenek Pakande langsung lari tunggang langgang karena ketakutan. Ia mengira kedua benda tersebut adalah sisir dan kutu milik raksasa juga Asal Usul Istilah Tolo’ Bagi Sang JagoanBegitu ia melewati pintu Sao Raja, kakinya menginjak belut yang diletakkan di tempat itu hingga terpeleset dan akhirnya terjatuh berguling-guling di tangga. Saat sampai di tanah, kepalanya terbentur pada batu besar yang sudah disiapkan di depan terluka parah, Nenek Pakande masih mampu berdiri dan melarikan diri entah ke mana. Namun, sebelum meninggalkan negeri itu, ia sempat berpesan kepada seluruh warga bahwa kelak ia akan kembali untuk memangsa anak-anak mereka. Oleh sebab itulah, hingga kini, masyarakat Soppeng sering menggunakan cerita ini untuk menakut-nakuti anak-anak mereka agar tidak berkeliaran di luar di rumah ketika hari sudah cerita rakyat dari daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Cerita di atas termasuk ke dalam kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah keutamaan menggunakan akal sehat. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku La Beddu. Berkat kecerdikannya, ia dengan dibantu oleh para warga berhasil mengusir Nenek Pakande dari Negeri Soppeng. Ketika anak kecil bermain sendirian Nenek Pakande akan datang dan menculiknya. inilah mengapa ia sering disebut Pakande yang artinya makan. Cerita ini sudah terjadi lama sekali. Namun semua orang tua di Soppeng selalu menggunakan cerita ini untuk menakuti anak-anak mereka. Pada suatu waktu, dua orang anak bermain-main di halaman rumah mereka. Hingga waktu maghrib tiba, mereka masih bermain. Ibu mereka datang untuk menyuruh mereka masuk ke rumah, namun anak-anak itu menolak. Mereka lebih memilih bermain ketika mengikuti perintah ibunya. Baca Juga Dongeng Legenda Batu Menangis, Kisah Seorang Putri yang Durhaka pada Ibunya Hal yang ditakutkan pun terjadi, Nenek Pakande datang dan membawa mereka pergi ke tempat persembunyiannya di dalam hutan. Malam itu juga para warga berbondong-bondong masuk ke hutan tempat Nenek Pakande bersembunyi. Para warga mencari keseluruh pelosok hutan namun hingga pagi menjelang mereka tidak berhasil menemukan tanda-tanda Nenek Pakande. Paginya para warga berkumpul di alun-alun desa. Mereka mencari cara untuk menangkap nenek Pakande. Tiba-tiba datanglah Labeddu menawarkan ide untuk menangkap Nenek Pakande. Baca Juga Cerita Rakyat Legenda Joko Kendil, Pemuda Biasa yang Bermimpi Nikahi Putri Raja Sore itu para warga berkumpul kembali di depan rumah labeddu mereka telah membawa beberapa barang yang diminta oleh labeddu seperti seember belut, garu, batu, dan kulit rebung. Ternyata labeddu memerlukan hal tersebut untuk membuat jebakan agar bisa menangkap nenek Pakande. Malam harinya rencana pun mulai dilaksanakan. Seluruh desa gelap gulita, semua lampu rumah dimatikan kecuali rumah milik labeddu, hanya rumahnya yang bercahaya sehingga terlihat mencolok. Nenek Pakande pun terpancing dengan jebakan tersebut. Dia mendatangi rumah Labeddu dan melihat ada seorang monster yang sangat kuat dan rupanya itu adalah Labeddu. Baca Juga Kisah Legenda Joko Kendil, Cerita Rakyat dari Jawa Tengah yang Hidup Luntang Lantung Merasa ketakutan, nenek Pakande kemudian berlari dan terpeleset oleh belut yang dikumpulkan warga. Kepalanya pun ikut terbentur oleh batu. Sayangnya, warga tak bisa menangkap nenek Pakande karena kekuatan sihirnya yang sangat sakit. Meski demikian, Labeddu meminta warga untuk membiarkannya karena ia telah terluka parah. Keesokan paginya, anak-anak yang diculik nenek Pakande akhirnya bisa kabur dari tempat persembunyiannya. Hingga akhirnya warga Soppeng kala itu sangat berbahagia dan nenek Pakande pun sudah tak pernah datang lagi. Baca Juga Kamu Harus Tahu, Ini Dia Nama Raja dalam Kartu Remi, Ada yang Mati Karena Demam

cerita rakyat sulawesi selatan nenek pakande